Tulisan ini pada dasarnya merupakan rangkaian cerita dibalik pemilihan minat utama saya di Jurusan Seni Tari yaitu minat utama penciptaan. Cerita ini akan diawali sejak saya duduk di bangku SMP. Kita pada dasarnya telah mengetahui, bahwa pada masa kita duduk di bangku SMP, masa itu merupakan masa-masa dimana seorang anak tumbuh dengan pemikiran yang serba ingin tahu, selalu ingin mencoba-coba, dan aktif mengikuti segala kegiatan yang menurut ia menarik dan mempunyai tantangan, semua itu tentu dialami oleh saya sendiri ketika duduk di bangku SMP. Bangunan SMP Pasundan 1 Bandung yang terletak di Jalan Balong Gede, menjadi saksi bisu bagaimana saya menuntut ilmu dan menghabiskan masa-masa kecil saya sewaktu SMP. Proses pembelajaran yang membutuhkan waktu tiga tahun lamanya, pada saat itu membuat saya berfikir, bahwa akan terasa jenuh apabila selama tiga tahun lamanya hanya diisi dengan kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu saya memutuskan untuk mengisi waktu luang di sekolah dengan menjadi anggota Paskibra. Saya saat itu memang berminat sekali untuk menjadi seorang anggota Paskibra, organisasi tersebut pernah pula saya ikuti ketika SD. Organisasi ini pula yang mengantarkan saya menjadi Pengurus OSIS. Sejak itu kegiatan saya mulai bertambah. Kegiatan ini saya ikuti sampai duduk di kelas tiga SMP. Pengalaman sewaktu SD dan SMP tersebut membuat kehidupan saya sangat jauh dari kehidupan di bidang seni, memang ketika SMP terdapat mata pelajaran Karawitan yang sampai sekarang saya masih ingat pengajarnya yang bernama Bapak Uyep Supriyatna,S.Sn, bahkan ketika sekarang saya hidup di dunia kesenian pun, masih sempat bertemu dengan beliau apabila ada kegiatan yang kami ikuti secara bersama-sama, akan tetapi pada waktu itu memang tidak terdapat suatu organisasi atau lingkung seni yang khusus menampung minat siswa yang ingin memperdalam kesenian, jadi ketika itu saya tidak berminat untuk belajar seni. Jadi pada waktu SMP keinginan saya untuk berkesenian belum muncul atau bahkan bisa disebut tidak ada. Ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu:
1. Dalam lingkungan keluarga besar, kakek-nenek tidak ada turunan yang mengalir "darah" seni.
2. Dalam keluarga kecil, ayah dan ibu tidak mempunyai basic seni.
3. Dalam kehidupan keluarga cenderung dididik seperti militer.
4. Dalam setiap kesempatan, ayah tidak pernah menceritakan tentang kisah-kisah yang berkaitan dengan
kesenian, tetapi ayah justru selalu menceritakan kisah-kisah pejuang kemerdekaan.
kesemua faktor tersebut berdampak pada pemikiran dan tindakan saya yang pada akhirnya tidak memperdalam dunia kesenian.
Kegiatan saya sewaktu menginjak SMA pun tidak jauh berbeda seperti ketika saya duduk dibangku SMP. Ketika itu saya bersekolah di SMA Negeri 7 yang terletak di Jalan Lengkong Kecil No.53 Bandung. Sudah menjadi rahasia umum bahwa SMA Negeri 7 terkenal seantero kota Bandung dengan citra siswanya yang terkesan nakal, brutal, dan senang melakukan tawuran. Citra ini memang tidak dapat disangkal karena saya sendiri pernah mengalaminya, namun setidaknya pada masa-masa saya menimba ilmu disana, kejadian-kejadian seperti tawuran dan saling menyerang antar SMA sudah mulai berkurang. Para siswa cenderung mengisi kegiatan dengan positif seperti masuk klub softball, baseball, klub teater "bosmat", organisasi Paskibra, dll. Nah, kegiatan saya sewaktu SMA diisi dengan mengikuti organisasi Paskibra. Cita-cita saya untuk menjadi seorang pengibar bendera pusaka mengharuskan saya untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Alhamdulillah, cita-cita saya terkabul dan menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA) pada tahun 2003 dengan tugas sebagai pembentang bendera. Dari situlah kegiatan saya sampai menginjak kelas 3 SMA aktif di organisasi Paskibra. Lagi-lagi dunia seni khususnya tari belum sama sekali terjamah oleh saya.
Tak terasa pada tahun 2005 saya harus mengakhiri masa-masa SMA yang penuh dengan kenangan, karena ketika masa SMA itulah saya menemukan teman-teman yang sangat kuat rasa solidaritasnya, tertawa bersama, sedih bersama saya rasakan diwaktu SMA, hingga sekarang komunikasi tidak pernah terputus. Tahun 2005 itu merupakan tahun dimana saya harus menentukan pilihan saya untuk melanjutkan kuliah. Cita-cita saya ketika itu hendak masuk ke Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama IPDN. Serangkaian tes demi tes saya jalani dan pada akhirnya saya gagal untuk masuk ke IPDN karena dalam tes kesehatan disebutkan kondisi mata saya tidak memungkinkan. Sirna sudah angan-angan saya untuk masuk ke IPDN. Kegagalan itu membuat saya bingung untuk melanjutan kuliah dimana. Pada akhirnya saya masuk ke Universitas Pasundan dengan mengambil Jurusan Hubungan Internasional. Selama menjalani perkuliahan, dalam mengisi waktu luang saya sering memotret event-event yang ada di kota Bandung, seperti acara-acara kesenian, kunjungan para Duta Besar, kegiatan Walikota Bandung, dll. Memotret atau mengabadikan suatu kejadian memang hobi saya sejak SD. Ketika memotret itu saya selalu berfikir, alangkah bangganya bisa menari dihadapan tamu-tamu kehormatan dalam acara penting. Dengan seringnya saya mengabadikan kegiatan kesenian, membuat saya tertarik untuk memperdalam dunia seni. Setelah dua tahun saya kuliah di Jurusan HI, saya memutuskan untuk berhenti dan masuk ke STSI Bandung. Ketika saya masuk ke STSI Bandung, saya sama sekali tidak punya bakat menari, bisa dikatakan nol besar, berbeda dengan teman saya yang lain. Di STSI saya mendapat pendidikan teori maupun praktek tentang dunia tari. Ini menjadikan pengetahuan saya tentang dunia seni menjadi bertambah. Jadi, dosen-dosen ketika semester 1 lah yang sangat berjasa dalam mengembangkan dan membangun karakter saya dalam menari, sebab dari saya tidak bisa menari sama sekali pada akhirnya saya mampu untuk membawakan sebuah tarian terlepas dari sempurna atau tidaknya tarian yang saya bawakan. Pada akhirnya dalam perkuliahan saya harus memilih minat utama. Memang terasa sangat sulit bagi saya untuk menentukan sebuah pilihan, apalagi pilihan tersebut sangat menentukan nasib saya diperkuliahan selanjutnya. Diperlukan pertimbangan dan analisa yang tepat agar saya tidak salah pilih dan menyesal dikemudian hari. Saya pada akhirnya memilih minat utama Penataan. Bagi saya minat utama ini merupakan suatu tantangan, apalagi saya bukan berasal dari keluarga yang berdarah seniman, saya ingin membuktikan kepada keluarga bahwa saya mampu berkreasi dan pada umumnya laki-laki menyukai tantangan. Kritikan, cacian dan makian yang akan saya dapatkan selama proses berkarya merupakan suatu tantangan bagi saya, bagaimana saya menyikapi hal tersebut dengan selalu bersikap rendah hati dan selalu belajar dari orang yang berkemampuan lebih. Bagi saya tidaklah masalah apabila saya harus belajar dari adik kelas yang lebih mampu dan mempunyai bakat tari yang baik. Dengan demikian proses berkreativitas dalam berkarya akan lebih terbuka serta membuka pemikiran saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar